inqodir Allahummaj'al lii burhana wa yuritsunii amaanaa wa anisnii bika 'ala kulli mathlubii wa ashbahnii bi 'auni 'inayatika fii naili kulli marghubi Ya Qodir Ya Jaliil Ya Qoohir Ya 'Azhim ya Nashir Kataballahu la aghlibanna anaa wa rosulii Innallahu Qowiyyun 'Aziz Wa sholallahu 'ala Sayyidina Muhammadin wa sallim tasliman katsiro
Selainpenguasaannya dalam bidang ilmu fikih, Syekh Abdul Qadir al-Jailani juga dikenal sebagai peletak dasar ajaran tarekat Qadiriyah. Al-Jailani dikenal juga sebagai orang yang memberikan spirit keagamaan bagi banyak umat. Karena itu, banyak ulama yang menjuluki 'Muhyidin' (penghidup agama) di depan namanya.
dariSyekh Abdul Qodir Jilani; (4) Bertawasul Semu, yang bermakna bahwa orang Jawa dalam kepada Syekh Abdul Qodir Jilani hanya karena memandang realitas tak hanya menampilkan Allah semata; (5) Ada juga sebagian orang yang wadhag (kasat mata), namun penuh dengan menjalankan ritual manaqib untuk memenuhi isyarat atau sasmita (Endaswara, 2016: 24).
Fast Money. Inilah Sholawat Syekh Abdul Qodir Jaelani, Fadilahnya Setara – Syekh Abdul Qodir al-Jaelani dikenal sebagai salah satu ulama yang mencapai tingkatan tertinggi bahkan disebut sebagai pemimin para waliyullah. Namun tidak tidak banyak tahu bahwa terdapat satu riwayat sholawat Syekh Abdul Qodir Jaelani yang memiliki fadilah sangat luar dalam sebuah perjalanan beliau mendapatkan bacaan shalawat yang terukir pada batu di pintu sebuah gua. Sholawat ini keutamaannya sebanding dengan itu Syekh Abdul Qodir Jaelani bermimpi bertemu Rasulullah SAW dan beliau menanyakan perihal sholawat Syekh Abdul Qodir Jaelani tersebut kepada Rasulullah SAW menjawab “Sholawat itu bahkan sebanding dengan shalawat.”Inilah Bacaan Sholawatnyaاَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمّدٍ بَحْرِ أَنْوَارِكَ وَمَعْدِنِ أَسْرَارِكَ وَلِسَانِ حُجَّتِكَ وَعُرُوْسِ مَمْلِكَتِكَ وَإِمَامِ حَضْرَتِكَ وَطَرَازِ مُلْكِكَ وَخَزَائِنِ رَحْمَتِكَ وَطَرِيْقِ شَرِيْعَتِكَ المُتَلَذِّذِ بِتَوْحِيْدِكَ إِنْسَانِ عَيْنِ الوُجُوْدِ وَالسَّبَبِ فِي كُلِّ مَوْجُوْدٍ عَيْنِ أَعْيَانِ خَلْقِكَ اَلْمُتَقَدِّمِ مِنْ نُوْرِ ضِيَائِكَ صَلَاةً تُحِلُّ بِهَا عُقْدَتِيْ ، وَتُفَرِّجُ بِهَا كُرْبَتِيْ وَتُنْقِذُنِيْ بِهَا وَحْلَتِي وَتُقِيْلُ بِهَا عَثَرَاتِيْ وَتُقْضِيْ بِهَا حَاجَتِيْ صَلاَةً تٌرْضِيْكَ وَتُرْضِيْهِ وَتُرْضِيْ بِهَا عَنَّا يَارَبَّ الْعَالَمِيْنَ عَدَدَ مَا أَحَاطَ بِهِ عِلْمُكَ وَأَحْصَاهُ كِتَابُكَ وَجَرَيْ بِهِ قَلَمُكَ وَسَبَقَتْ بِهِ مَشِيْئَتُكَ وَخَصَّصَتْهُ إِرَادَتُكَ وَشَهِدَتْ بِهِ مَلَائِكَتُكَ وَعَدَدَ الأَمْطَارِ وَالْأَحْجَارِ وَالرِّمَالِ وَأَوْرَاقِ الأَشْجَارِ وَأَمْوَاجِ الْبِحَارِ وَمِيَاهِ الْعُيُوْنِ وَالْآبَارِ وَالْأَنْهَارِ وَجَمِيْعِ مَا خَلَقَ مَوْلَانَا مِنْ أَوَّلِ الزَّمَانِ إِلَى آخِرِهِ وَمَا مَضَى فِيْهِ مِنَ الَّليْلِ وَالنَّهَارِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ الْعَزِيْزِ الْغَفَّارِ“Ya Allah, sampaikanlah sholawat pada junjungan kami Muhammad SAW yang merupakan lautan cahayamu, simpanan rahasiamu, penyambung argumentasimu, yang terpinang dari kerajaanmu, imam di hadiratmu, pancaran daripada kerajaanmu, perbendaharaan rahmatmu, jalan bagi syariatmu, yang merasakan nikmatnya tauhidmu, manusia yang merupakan inti wujud, sebab bagi segala yang ada, inti segala inti dari makhlukmu yang telah lalu yang muncul dari pancaran cahayamu dengan shalawat yang menghapuskan masalahku, membukakan jalan bagi kesempitanku, menyelamatkanku dari keburukanku, yang menegakkanku dari ketergelinciran, yang memenuhi hajatku, shalawat yang engkau ridhoi, beliau ridhoi dan dengannya kami diridhai.”“Wahai Rabb semesta alam. Sholawat sebanyak apa yang meliputi ilmu, yang terhitungkan dalam Kitabmu, yang tercatatkan oleh penamu dan yang telah lalu sebagaimana yang menjadi keinginanmu dan terkhususkan oleh kehendakmu, yang disaksikan malaikat malaikatmu. Shalawat sebanyak hujan, bebatuan, pasir, dedaunan, pepohonan, buih di lautan, air pada mata air, sumur-sumur, sungai sungai, dan sebanyak makhluk yang diciptakan oleh Tuan kami dari awal zaman hingga akhir zaman, dan sebanyak peristiwa yang berlalu di malam dan siang hari, segala puji bagi Allah, yang Maha Mulia, Maha Pengampun.”
- Di kalangan ulama sufi, Syekh Abdul Qadir Al-Jailani dikenal dengan julukan Sultan Auliya Raja Para Wali. Ajarannya berfokus pada perbaikan akhlak yang dikenal dengan istilah tasawuf akhlaki. Setelah Syekh Abdul Qadir Al-Jailani meninggal, murid-muridnya melanggengkan ajaran sang guru dalam tarekat Qadiriyah. Syekh Abdul Qadir Al-Jailani lahir di desa Jilan atau Kaelan, Baghdad pada malam 1 Ramadan 471 H/1078 M. Ibunya bernama Syarifah Fatimah binti Abu Abdillah As-Suma'i yang bergelar Ummul Khair. Diceritakan bahwa ibu Abdul Qadir Al-Jailani hamil dalam usia 60 tahun. Namun, ia diberi kekuatan untuk mengandung hingga melahirkan Abdul Qadir Al-Jailani kecil. Dari garis keturunan ayahnya, nasab Syekh Abdul Qadir Al-Jailani tersambung sampai ke Hasan bin Ali, cucu Rasulullah SAW. Sejak kecil, Abdul Qadir Al-Jailani dibesarkan dalam keluarga yang saleh, sederhana, dan cinta pengetahuan. Sejak usia mudanya, Abdul Qadir Al-Jailani sudah menuntut ilmu pada banyak ulama kesohor di Bagdad. Berbagai disiplin ilmu dia di bidang fikih, Abdul Qadir Al-Jailani berguru kepada Abu Al-Wafa Ali bin Aqil Al-Hambali dan Abu Al-Khithab Mahfudz bin Ahmad Al-Khalwadzani Al-Hambali. Di bidang sastra, ia menimba ilmu dari Abu Ghain Al-Baqilani, Ibnu Khunais, Abu Hanaim Ar-Rasi, Abu Bakar Al-Tamara, dan Abu Muhammad As-Sirraj. Sementara di bidang tafsir, ia belajar pada Abdul Ar-Rahman bin Ahmad bin Yusuf, Abu Al-Barakat Hibbatullah Al-Mubarak dan lain sebagainya. Adapun dalam hal tasawuf, Hammad bin Muslim Ad-Dibbas menjadi guru Abdul Qadir karena kecemerlangan dan ketajaman pemikirannya terkait hukum Islam, Syekh Abdul Qadir Al-Jailani pun diakui sebagai salah satu ulama penting dalam mazhab Hambali. Di luar keilmuan fikih, Syekh Abdul Qadir Al-Jailani amat kesohor di bidang tasawuf atau sufisme. Selepas ia wafat, murid-muridnya membangun gerakan tarekat untuk menyuburkan spiritualitas Islam, dengan nama tarekat Tarekat Qadiriyah diakui oleh banyak ulama Islam. Bahkan, Ibnu Taimiyah yang dikenal lantang menyerukan pemurnian Islam mengakui keabsahan tarekat Qadiriyah. “Thariqah beliau [Syekh Abdul Qadir Al-Jailani] adalah tarekat yang dibenarkan oleh syara' [hukum Islam atau syariat Islam]," ujar Ibnu Taimiyah seperti dikutip dari Jurnal Mozaic Islam Nusantara. Ajaran Tasawuf Akhlaki Syekh Abdul Qadir Al-Jailani Di bidang tasawuf, ajaran Syekh Abdul Qadir Al-Jailani berorientasi pada perbaikan akhlak dalam mencari hakikat kebenaran, agar manusia mencapai maqam kedudukan makrifat di sisi Allah SWT. Tujuan perbaikan akhlak ini adalah salah satu misi penting yang diemban ajaran Islam secara universal, sebagaimana sabda Rasulullah SAW "Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak," Baihaqi. Ajaran Syekh Abdul Qadir Al-Jailani memandang Islam dari 2 aspek, yaitu lahir dan batin. Dua-duanya harus seimbang dijalankan seorang muslim. Misalnya, konsep taharah yang artinya bersuci. Berikut ini penjelasannya, sebagaimana dikutip dari buku Akidah Akhlak 2020 yang ditulis Sihabul Milahudin. Pertama, penyucian diri secara lahiriah dilakukan dengan wudu atau mandi. Kedua, penyucian diri secara batin dilakukan dengan menanamkan kesadaran bahwa ada kotoran dalam diri manusia. Kotoran itu adalah dosa yang harus dibersihkan dengan cara tobat, zikir, dan meminta ampun kepada Allah juga Mohamad Sobary, Rakyat Jelata, dan Sufisme sebagai Kritik Sosial Hijrah ala Kaum Sufi Menyisihkan Selain Allah di dalam Hati Menurut Syekh Abdul Qadir Al-Jailani, penyucian diri secara batin harus menempuh jalan spiritual, serta dibimbing oleh guru atau mursyid yang memiliki keilmuan yang mumpuni. Pembersihan diri dilakukan melalui tobat, talqin, zikir, tasfiah, dan suluk. Konsep lahir dalam ajaran tasawuf Syekh Abdul Qadir Al-Jailani adalah aspek formal di ajaran fikih. Sedangkan konsep batin merupakan substansi tasawuf. Konsep lahir disebut ajaran syariat, dalam istilah tasawufnya. Sementara konsep batinnya adalah hakikat. Konsep batin harus selaras dengan fikih syariat Islam. Namun, syariat tanpa hakikat [aspek batin] dianggap kosong, tak bermakna. Sementara, hakikat tanpa syariat adalah batal serta tak berdasar. Dalam ajaran Syekh Abdul Qadir Al-Jailani, pengamalan fikih saja tidak cukup dalam beragama. Sebab, fikih hanya bagian paling mendasar dan tidak menyentuh konsep filosofis ajaran Islam yang mendalam. Untuk bisa menghayati Islam, seseorang harus paham tasawuf agar bisa memaknai setiap amalan fikih yang dikerjakannya. Maka itu, Syekh Abdul Qadir Al-Jailani juga tidak mementingkan ibadah fardu atau wajib saja, melainkan juga amalan sunah. - Pendidikan Kontributor Abdul HadiPenulis Abdul HadiEditor Addi M Idhom
Tasawuf Aswaja Sulthonul Auliya Syekh Abdul Qadir al-Jailani., Syekh Abdul Qadir al-Jailani dikenal sebagai pendiri Tarekat Qodiriyah, sebuah istilah yang tidak lain berasal dari namanya. Tarekat ini terus berkembang dan banyak diminati oleh kaum Irak dan Syiria disebut sebagai pusat dari pergerakan Tarekat tersebut, namun pengikutnya berasal dari belahan negara muslim lainnya, seperti Yaman, Turki, Mesir, India, hingga sebagian Afrika dan Asia, termasuk lahir pada 470 H. 1077-1078 di al-Jil disebut juga Jailan dan Kilan, kini termasuk wilayah Iran. Ibunya, Ummul Khair Fatimah bint al-Syekh Abdullah Sumi merupakan keturunan Rasulullah Saw.. melalui cucu terkasihnya ketika Ibunya berkata, “Anakku, Abdul Qadir, lahir di bulan Ramadhan pada siang hari bulan Ramadhan, bayiku itu tak pernah mau diberi makan. Ketika berusia 18 tahun, beliau pergi meninggalkan kota kelahirannya menuju Baghdad.“Kudatangi ibuku dan memohon kepadanya, izinkan aku menempuh jalan kebenaran, biarkan aku pergi mencari ilmu bersama para bijak dan orang-orang yang dekat kepada Allah.” Pada waktu itu, Baghdad dikenal sebagai pusat ilmu Baghdad beliau belajar kepada beberapa orang ulama, antara lain Ibnu Aqil, Abul Khatthat, Abul Husein al Farra dan juga Abu Sa’ad al Muharrimiseim. Beliau menimba ilmu pada ulama-ulama tersebut hingga mampu menguasai ilmu-ilmu ushul dan juga perbedaan-perbedaan pendapat para pada tahun 521 H/1127 M, Syekh Abdul Qadir al Jailani mengajar dan menyampaikan fatwa-fatwa agama kepada masyarakat. Tidak butuh waktu lama beliau segera dikenal masyarakat luas. Selama 25 tahun, beliau menghabiskan waktunya sebagai pengembara di Padang Pasir Iraq dan akhirnya dikenal oleh dunia sebagai tokoh sufi yang Abdul Qadir al-Jaelani di kenal sebagai pelaku sufi yang mukhlis ikhlas. la rutin mengamalkan wirid dan dzikir, kegiatan wirid dan dzikir biasanya dilakukan setelah sholat sunnah, baik siang ataupun malam demikian ia juga sering melakukannya setelah sholat fardhu. Sholat-sholat sunnah yang sering dikerjakan al-Jaelani ini setiap hari meliputi Shalat witir 3 ra’aat, Shalat fajar. Shalat Isyraq setelah matahari terbit, Shalat Isti’adah, Shalat Istikharah, Shalat Dhuha, Shalat Kaffarah li al-qawl, dan Shalat Tasbih. Sedangkan dzikir kesehariannya antara lain membaca al-Qur’an paling sedikit 200 ayat, Surat al-Ikhlas 100 kali, Shalawat 100 kali, Sayyidaul Istighfar 100 x, Tahlil 100 MaqamatJalan untuk mencapai proses tersbut sangatlah panjang, yang disebut dengan al-maqamat. Adapun macam-macam dari al-maqamat itu sendiri ada 9, yaituMaqam tawbat, yaitu meninggalkan dan tidak mengulangi lagi suatu perbuatan dosa yang pernah dilakukan, demi menjunjung tinggi ajaran-ajaran Allah dan menghindari waris yaitu menahan diri untuk tidak melakukan sesuatu guna menjungjung tinggi perintah Allah atau meninggalkan sesuatu yang bersifat zuhd. yaitu lepasnya pandangan kedunian atau usaha memperolehnya dari orang yang sebetulnya mampu shabr, yaitu ketabahan karenadorongan agama dalam menghadapi atau melawan hawa nafsu;Maqam faqir, yaitu perasaan tenang dan tabah di kala miskin harta dan mengutamakan kepentingan orang lain di kala khauf, yaitu rasa ketakutan dalam menghadapi siksa dan azab raja’, yaitu rasa gembira karena mengetahui adanya kemurahan dzat yang Maha tawakal, yaitu pasrah dan bergantung kepada Allah dalam kondisi ridha, yaitu sikap tenangdan tabah tatkala menerima musibah sebagaimana di saat menerima Tarikat QodiriyahPada dasarnya ajaran Syekh Abdul Qadir Al Jailani tidak ada perbedaan yang mendasar dengan ajaran pokok Islam, terutama golongan Ahlussunnah Wal Jamaah. Sebab, Syekh Abdul Qadir Al Jailani adalah sangat menghargai para pendiri mazhab fiqih yang empat dan teologi Asy’ Abdul Qadir Al Jailani sangat menekankan pada tauhid dan akhlak yang terpuji. Menurut al-Sya’rani, bahwa bentuk dan karakter Tarekat Syekh Abdul Qadir Al Jailani adalah Tauhid, sedangkan pelaksanaannya tetap menempuh jalur syariat lahir dan Abdul Qadir Al Jailani berkata kepada para sahabatnya, “Kalian jangan berbuat bid’ah. Taatlah kalian, jangan menyimpang.”Ucapannya yang lain “Jika padamu berlaku sesuatu yang telah menyimpang dari batas-batas syariat, ketahuilah bahwa kalian dilanda fitnah, syetan telah mempermainkanmu. Maka kembalilah pada hukum syariat dan berpeganglah, tinggalkan hawa nafsu, kerena segala sesuatu yang tidak dibenarkan syariat adalah batil.”Menurut Syaikh Ali ibn al-Hayti menilai bahwa tarekat Syekh Abdul Qadir Al Jailani adalah pemurnian aqidah dengan meletakkan diri pada sikap beribadah, sedangkan Ady ibn Musafir mengatakan bahwa karakter Tarekat Qodiriyah adalah tunduk di bawah garis keturunan takdir dengan kesesuaian hati dan roh serta kesatuan lahir batin. Memisahkan diri dari kecenderungan nafsu, serta mengabaikan keinginan melihat manfaat, mudarat, kedekatan maupun perasan ajaran spiritual Syekh Abdul Qadir Al Jailani berakar pada konsep tentang dan pengalamannaya akan Tuhan. Baginya, Tuhan dan tauhid bukanlah suatu mitos teologis maupun abstraksi logis, melainkan merupakan sebuah pribadi yang kehadiran-Nya merengkuh seluruh pengalaman etis, intelektual, dan estetis seorang selalu merasakan bahwa Tuhan senantiasa hadir. Kesadaran akan kehadiran Tuhan di segenap ufuk kehidupannya merupakan tuntunan dan motif bagi kebangunan hidup yang aktif sekaligus memberikan nilai transeden pada Rasulullah dalam hadis, “Sembahlah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya; dan jika engkau tidak dapat melihat-Nya, ketahuilah bahwa Dia melihatmu,” merupakan semboyan hidupnya, yang diterjemahkan dalam praktik kehidupan menggambarkan keluasan kesadarannya akan kehadiran Tuhan yang serba meliput. Ia meyakini bahwa kesadaran ini membersihkan dan memurnikan hati seorang manusia, serta mengakrabkan hati dengan alam hari, ketika kesadarannya sedang berada dalam keadaan ekstase, Syekh Abdul Qadir Al Jailani berkata pada dirinya sendiri, “Aku merindukan suatu kematian yang dalamnya tiada lagi kehidupan dan sebuah kehidupan yang tiada kematian di dalamnya.”Kemudian Syekh Abdul Qadir Al Jailani menjelaskan makna ungkapan di atas, yaitu dengan bertanya kepada dirinya. Maka aku bertanya, kematian macam apa yang tidak memiliki kehidupan dan kehidupan macam apa yang memiliki kematian di “Kematian yang tidak memiliki kehidupan di dalamnya adalah kematianku dari seluruh manusia, dengan begitu aku tidak lagi hidup bahkan ditemui di antara mereka. Dan kehidupan yang tidak memiliki kematian adalah kehidupanku yang menyertai perbuatan Tuhanku, sedemikian rupa sehingga di dalam keadaan itu, diriku tidak lagi memiliki eksistensi dan kematianku adalah eksistensiku bersama-Nya“. Setelah aku mengerti ternyata inilah yang paling berharga dari seluruh tujuan pandangan Syekh Abdul Qadir Al Jailani, kehidupan yang ter mulia adalah kehidupan orang-orang yang sepenuhnya membaktikan diri pada Tuhan semata. Dan karena alasan ini pulalah manusia dihadirkan Tuhan, seperti yang termaktub dalam Al-Qur’an, “Dan tidak aku ciptakan jin dan manusia, melainkan supaya mereka menyembahKu” QS. Al-Zariyat [51] 56.Semakin manusia berjuang “hidup demi Tuhan”, dirinya akan semakin dekat dengan terwujudnya tujuan kehidupan ini. Seorang manusia harus menyerahkan kehidupannya, bilamana ia berhasrat memburu kesadaran Ilahiah “Eksistensi yang sadar Tuhan” memberikan kekuatan spiritual pada manusia; ia mengangkat pergulatan keras duniawi untuk memperoleh kesenangan hidup dan keuntungan yang sedikit, menuju kebahagiaan dan ketenangan spiritual, dan membuetnya akrab dengan sumber segala kekuatan.
cara bertawasul kepada syekh abdul qodir jaelani